Monday, September 5, 2016

NOVEL : KETEGANGAN BONAR DAN LEO XI @ LARI DARI BAYANG PARIBAN (11)

                        XI
image6
                                                                       

KETEGANGAN BONAR  DENGAN  LEO

Setelah mendengar hubungan Bonar dan Jojor, saya menghubungi Bonar.
“Hallo Bonar, apa khabar. Sudah ketemu Jojor ?”
“Hai Leo, khabar baik, ya dia tidak beritahu saya kalo mau ketemu kau di Jakarta”, jawabnya.
“Saya juga heran, kok ga bilang bilang, nginap di Apartemenku lagi”, jawabku.
“Ya, mestinya ga boleh dong tidur disitu, wong sama sama jomblo”, kata Bonar.
“Tenang Bonar, dia itu adek saya, percayalah”, kata saya meyakinkan serta melanjutkan :
”Aku tahu kau cemburu”, kata saya melanjutkan.

“Gini Bonar, kau jangan marah dulu ya ”, kata saya.
Äpa maksud kau ?”, katanya penasaran.
“Aku mau tanya, kau sudah Semester berapa ?”, tanya saya.
“Itu bukan urusan kau, urus aja dirimu sendiri”, jawabnya ketus.
“Justru itu urusanku karena kau senang sama Paribanku”, jawabku cepat.
“Apa urusanmu tentang hubungan kami ?”, jawabnya ingin lebih tahu.

“Jojor itu banyak yang naksir, bahkan ada kakak Angkatannya yang sudah kerja, cuma dia ingin selesai kuliahnya”, kata saya menasehati.
“”Apa sebenarnya maksud kau ?”, tanyanya lebih dalam.
“Jojor bilang kau Mahasiswa Abadi”, kata saya.
“Taiklah sama kau, uruslah dirimu sendiri”, katanya mematikan telponnya.

Malam itu Bonar tidak bisa tidur nyenyak memikirkan apa yang disampaikan oleh Leo. Malam minggu berikutnya, Bonar mengunjungi Jojor di Asrama putri Pringgokusuman.
“Jor, kau cerita apa sama Leo sewaktu di Jakarta ?”, kata Bonar.
“Ssst jangan disini, ga enak didengar orang , ayo kita ke Malioboro mal”, kata Jojor.

Sambil makan snack, Jojor memulai ceritanya dengan berkata :
” Kita sudah lama berkenalan, tapi aku ga tahu kuliah Abang sudah sampai dimana”.
“Aku kan sambil kerja membuat design Jor, maksud aku nanti bisa menjadi professi, sambil kuliah Technology Informasi”, jawab Bonar membela diri.
“Maaf ya bang, Orangtuaku ga setuju jika berteman dengan orang yang kurang jelas masa depannya", kata Jojor.
“Masa depan IT itu bagus lho Jor”, kata Bonar meyakinkan.
“Jika tidak ada halangan, aku akan wisuda tidak lama lagi dan kerja, kau ?”, kata Jojor sambil melanjutkan :
“Mulai sekarang sebaiknya kita berteman saja”.
“Apa Jojor sekarang dengan Leo ?”, tanya Bonar.
“Leo itu tetap Abang aku, dengan siapapun dia”, kata Jojor membela diri lalu melanjutkan
“Kalau kami jodoh mau bilang apa ?”.

“Kelihatannya kalian sekongkol sejak kau tidur di Apartemennya”, kata Bonar menyindir.
“Eh jangan ngomong macam macam ya, yang suka sama aku banyak tau, GR saja”, kata Jojor ketus. Diapun langsung berdiri keluar Mal.
Bonar mengejarnya dan berkata :”Maaf maaf, katanya.
“Sudah saya pulang sendiri”, katanya menyeberang jalan Malioboro dan berjalan kaki sampai simpang Jalan Sosrowijayan.

Tiba di Mess, Bonar  banyak diam dan merenung atas apa yang dikatakan Jojor maupun Leo. Dia berniat  akan kerumah kakak bapaknya ke Semarang untuk mengobrol dengan keluarganya, 
Diakhir pekan Bonar naik bus ke Semarang. Dalam perjalanan ke Semarang, Bonar teringat ketika berdua dalam Bus untuk pertama sekali ke Semarang bersama Jojor.

Setiba dirumah, Laxmi bertanya :”
Apa khabar bang, lama ga datang, kok wajahnya agak muram ga seperti biasanya”.
“Ah biasa aja Lax, mungkin capek naik Bus saja””, jawab Bonar sekenanya.
“Kalau gitu Abang istirahat dulu”, kata Laxmi.
“Ga usah Lax, saya ga apa apa kok”, kata Bonar.

Sambil minum es dan makan snack jajanan pasar Laxmi bertanya :
”Gimana hubungan Abang sama Jojor”?, tanya Laxmi.
“Dia cuma main main, ga serius sama aku Lax”, jawab Bonar.
“Lho kok begitu ?”, tanya Laxmi lebih dalam.
“Ya mungkin dia sudah hubungan lagi sama Leo, kan dia nginap di Apartemen Leo di Jakarta minggu lalu”, kata Bonar dan melanjutkan :
”Sepulangnya ketemu Leo kami jadi putus”.
“Oh makanya Abang murung, pantas”, kata Laxmi menggodanya.
“Aku dengar sih ga mungkin bang, soalnya Leo itu masih sakit hati sama kakaknya”, kata Laxmi membela.

“Gimana rencana nikah kalian ?”, kata Bonar mengalihkan pembicaraan.
“Nanti Abang tanya sama Bapaklah, soal adat lagi, adat lagi, aku ga ngerti maunya”, kata Laxmi dengan nada kesal.
“Kalau dia emang cinta dia tidak akan kemana mana Lax, kata Bonar.
“Itulah bang, dia sudah mulai menjauh sekarang”, kata Laxmi.

Setelah Ayahnya pulang dari Toko Buku, Bonar berbincang bincang dengan pakdenya, Ayah Laxmi.
“Gimana kuliahmu”, kapan pula kau tammat, lama kali kau ?”, kata Pakde waktu salaman.
“Aku sibuk pak menggambar design untuk ikut lomba Nasional”, kata Bonar.
“Baguslah, tapi kuliahnya jangan ketinggalan dong, habis nanti semua sawah dijual Bapakmu”, kata Pakdenya membuat Bonar cukup terkejut.
“Ya pak”, kata Bonar pendek.
“Kalau kau sudah lulus, bisa kasih makan keluargamu, bolehlah ikut ikut lomba”, kata Pakdenya.

Bonar tidak menduga Pakdenya akan bicara begitu, diapun mengalihkan pembicaraan.
“Kapan pak Laxmi akan dilamar ?”, kata Bonar.
“Ga ada lamar melamar, kalau mereka ga mau diberi marga Batak”, kata Pakdenya.
“Mereka mau apa tidak pak ?”, kata Bonar lebih dalam.
“Mereka tetap tidak mau karena suku Manado juga ada marga”, kata Pakdenya lalu meneruskan :
“Kita juga harus menghargai adat, kebudayaan mereka, kita tidak boleh memaksa”.

“Betul juga ya pak, kalo pakai marga, anak anaknya jadi punya marga”, kata Bonar.
“Ya dalam acara Adat, dia akan menjadi Raja dimarganya begitu juga anak anaknya”, kata Pakde.
Setelah meneguk minumannya Pakde menambahkan :” Dengan begitu marganya Laxmi tidak akan hilang”.

“Oh gitu ya pak, gimana kalau mereka mangalua, eh kawin lari baru diberi marga ?”, kata Bonar keceplosan mengingat peristiwa di kampung mereka di Toba sana.
“Apa kau bilang,  kita ini orang berpendidikan”, kata Pakdenya sambil berdiri meninggalkan Bonar terdiam diruang tamu.
Lalu dilanjutkan:"Kalau ga mau diberi marga Batak, tidak jadi nikah".
Bonar merasa bersalah ngomong kawin lari dengan Pakdenya.

Dimalam harinya Bonar menjelaskan kata kata Bapaknya kepada Laxmi yang mengingatkan kembali arti pentingnya marga.
“Lax kau diskusi dulu sama Abang dan kakakmu di Jakarta”, kata Bonar kepada Laxmi.
“Hanya hati hati sama Leo, dia kelihatan masih ada hati sama Jojor”, kata Bonar mengingatkan.
“Ya gimana nanti saja bang, aku juga akan menanyakannya langsung”, kata Laxmi.

Setelah koas dari Kedokterannya agak sepi Laxmi berangkat ke Jakarta dan memberitahu kakaknya Lasma dan juga Leo.
Di stasiun Gambir yang menjemput bukan kakaknya tapi justru Leo.
“Kakak mana ?”, tanya Laxmi.
“Aku yang diminta jemput”, jawab saya.
“Mau nginap dimana, ditempatku atau dirumah Lasma”, tanya saya.
“Dirumah kakaklah, nanti Jojor marah”, kata Laxmi memancing.
Saya tidak menanggapi celoteh Laxmi tentang Jojor.

Mobil tidak mengarah kearah Petojo,  tapi justru ke Kemayoran.
“Mau kemana bang, kok kesini”, tanya Laxmi.
“Kau lihat dulu Apartemen Abang, kalau suka ya nginap disini, kalau gay ya di Petojo”, jawab saya.
Koper Laxmi juga rumah Lasma, tapi saya bawa ke lantai 10 di Apartmenku.
“Hahh, capek, ngantuk”, kata Laxmi sambil rebahan di kursi tamu..
“Ya udah tiduran dulu, nanti bangun baru kita ke rumah Lasma.
Karena kecapekan, Laxmi terbangun karena lapar.
“Sudah jam berapa bang”, tanya Laxmi.
“Baru jam 11.30, mandi dulu baru kita pergi”,  kata saya.

“Cantik kali kau Lax”, kata saya apa adanya.
“Cantikan mana sama Jojor hayo”, katanya menyindir.
“Cantikan yang disebelahku”, kata saya sambil menarik tangannya keluar Apartemen.
“Koperku belum dirapiin bang, tunggu sebentar”, katanya.
“Nantilah kita makan dulu sudah lapar nih, nanti kita ambil”, kata saya terus memegang tangannya.
“Kata Bonar Jojor juga tidur disini ya bang”, tanya Laxmi.
“Betul, dia kan adikku, apa salahnya. Emang Bonar yang cemburu”, jawab saya.
“Adek apa adek ketemu gede ? ”, kata Laxmi.
“Bonar itu marah sama aku dikira aku merebutnya, pada hal kuliah Bonar yang ga jelas yang jadi gara gara”, kata saya.

Sehabis makan siang, kami langsung menuju ke rumah Lasma dibilangan Petojo.
“Lho koperku ketinggalan bang”, kata Laxmi.
“Nantilah kita ambil”, jawab saya.
“Hallo kak, bang, apa khabar ?”, Laxmi mencium kakaknya.
“Harum kali kau, kayak baru keramas ?”, tanya Lasma. Lalu melanjutkan :

”Kopermu mana ?”.
“Ketinggalan kak di Apartemen”, jawab Laxmi.

Sampai sore kami dirumah Lasma sebelum pulang ke Apartemen. Maksud mau ambil koper.
“Kau mau mandi dulu Lax ?”, kata saya.
Habis mandi dia ganti baju, terus saya komentari:
”Wah kayak bintang film, pantas”, kata saya menggoda.
“Pantas apa ?”, tanyanya sambil memukul tangan saya.
Tangannya saya tangkap dan berkata :”Pantas saya suka”, kata saya sambil menatap matanya.
“Kalau si Dokter itu mati, aku mau juga sama jandanya”, kata saya menggoda.
Kemudian dia menangis :”Dari dulu Lax memang suka sama Abang”, katanya dan melanjutkan : 

"Abang memang serius ?”, tanyanya.
Saya hanya bergumam : “Hmmm, cuma bercanda”.



No comments:

Post a Comment