HUBUNGAN BISNIS
Malam itu setelah makan malam, Su Lian dinasehati papa mamanya juga didengar oleh koh dan istrinya sedang anak anaknya tidak mendengar, disuruh bermain game di kamar.
"Belakangan ini kami perhatikan kau dengan Tumpak semakin akrab, ingat ya, loe kan suku Hokkian.mesti kawin dengan satu suku kalau bisa dari daerah nenek moyang kita di Selatan propinsi Fu Jian, loe sudah disekolahkan ke Singapur, malah sekarang dekat dekat sama Tumpak"
"Saya kan hanya ngomong bisnis pa, biar dia mau jadi agen kita"
"Kami perlu mengingatkan saja, jangan loe kasih hati, paling tidak kawin sesama Hokkian, nenek moyang dari Ciangchiu, seperti kebanyakan orang Medan"
"Tumpak orangnya kan baik ma, bukan seperti teman temanku di Singapur yang suka minum, suka judi"
"Loe kan sudah tau gimana kejadian tahun 1998, pembunuhan, perkosaan, pembakaran, biar juga kita warga negara, tetap saja dianggap asing, mau jadi tentara tidak bisa, jadi dokter sulit, akhirnya jadi pengusaha"
"Jadi pengusaha terus kaya, salah lagi", sambung kokohnya lagi.
"Ya sudah sudah cerita itu melulu, bosan", Su Lian mau pergi.
"Eh dikasi tau mau pergi, duduk", kata papanya.
"Justru itu saya mau banyak teman pribumi agar kita diterima,agar mereka baik baik sama kita, kami pemuda zaman sekarang tidak begitu lagi", kata Su Lian dengan enteng.
"Tapi loe mesti ikuti adat nenek moyang kita, lihat koh mu kawin satu suku kan, meneruskan marga kita, marga dari daerah Fujian seberang Taiwan, agar marga loe tidak hilang", kata mamanya.
"Kalau kawin campur memang marga saya hilang, kan tidak", sergah Su Lian, mamanya belum selesai ngomong.
"Loe itu diam dulu, dengar kalau loe kawin sama orang sini kan pake marga mereka dan marga kau hilang diganti marga mama suami", kata papanya membela istrinya.
"Kawin sesama suku Hokkian dibelakang nama anak anak kan ikut marga papanya"
"Jangan keras kepala, hubunganmu dengan Tumpak hanya pertemanan bisnis, tidak lebih"
"Ya ya, sudah ni", sambil dia berdiri dengan muka masam menuju kamarnya.
Ketika Tumpak datang hari Senin berikutnya Su Lian tidak melayani pembayaran getahnya, tidak tampak di toko yang juga jadi rumah tinggal itu. Dia pura pura minta ijin ke kamar mandi sambil tengok kanan tengok kiri. Ternyata abangnya Su Lian mengerti maksudnya, terus dia berkata :"Su Lian sedang menjemput anak anak di sekolah".
"Ya ga apa apa koh"
Sehabis menerima pembayaran getah, Tumpak menuju ke Bank dan ketemu saudara semarganya.
"Omzetmu akhir akhir ini tambah besar, modalya masih cukup ?"
"Aku pinjam bang dari toke Rp 5 juta, ditawarkan terus sama putri toke"
"Baik kali Amoy itu sama kau, suka kau sama dia ?"
"Ah mana mungkin bang, biasanya mereka kawin dengan satu keturunan dari tanah leluhur, mana mungkin sama kita yang miskin ini"
"Bisa saja, itu lihat itu bapak Pendeta kita kawin sama Tionghoa juga"
"Dari pada meminjam ke toke, lebih baik pinjam kredit saja, jadi kau bebas menjual kemana saja"
"Memang sudah bisa pinjam ya bang ?"
"Sudah bisa, gini saja adek lebih baik dirikan CV dulu biar lebih jago kau, nanti aku bantu urus ke Notaris. Pakai usaha perorangan sebetulnya bisa juga, tapi baiknya pakai CV biar usahamu cepat berkembang, mumpung abang belum pensiun"
"Aku sudah belajar CV, Firma, P.T dan koperasi di sekolah, tapi cuma theory bang, saya kira CV itu hanya untuk pemborong"
"Pelan pelan saja urus ijin ijin seperti Ijin usaha (SIUP), ijin tempat usaha (SITU), pajak (NPWP) di kantor Bupati, kalau ke Notaris nanti saya antar".
"Repot juga ya bang"
"Paling 2 minggu sudah beres, tidak perlu kasih amplop ya, itu sudah tugas mereka. Kalau rumah sudah punya Sertifikat ?"."
"Belum bang, di kampung mana pula pake Sertifikat"
Sudah lebih seminggu Tumpak tidak mampir dan tidak telpon Jojor. Tetapi seperti biasa dia suka raun raun, jalan jalan cari angin dan mampir di kios Tumpal.
Tit tit...."Tolong 10 liter ya kak", katanya kepada kakaknya Tumpal.
"Biar aku saja kak", kata Tumpak.
"Kemana saja bang lama tidak mampir"
"Sibuk Jor urus ijin ijin ke Pandan ke kantor Bupati, memangnya kamu rindu?".
"Abang jangan sombong, aku kan suka jalan sama paribanku, Leo"
Jojor mulai starter motornya mau pulang, sebuah Fortuner yang tidak asing lagi berhenti. Su Lian dan 2 anak, ponakannya turun dari mobil.
"Salam Om sama kakak. Om ini namanya Tumpak, kakak ini namanya Jojor"
"Tumben bawa anak anak ?"
"Biar biasa mereka berbaur, biar tidak takut sama orang Batak dan juga bisa melihat banyak rakyat yang miskin, biar mereka peduli sejak kecil, jangan pelit", kata Su Lian pada hal bawa ponakannya biar mama papanya tidak curiga.
"Ini Lian kios yang saya ceritakan itu, masih kecil"
"Saya sudah bicara papa kita mau kerjasama seperti yang pernah kau bilang"
"Berapa kira kira modal bangun kios permanen ?"
"Saya kira Rp 25 juta sudah cukup"
"Ya nanti kalau papa ok, saya setor ke rekeningmu lewat ATM, kutunggu ya di toko"
"Ayo kita ke rumah dulu"
"Salam Ompung, yang perempuan panggil Ompung boru, yang laki Ompung doli"
"Ompung boru sesekali datang ke toko ya?", kata anak laki laki yang agak berani. Sedang anak perempuan agak pemalu.
"Om boleh lihat kandang ayamnya"
"Boleh, boleh, ayo ke belakang", sambil dituntun ompung boru ke belakang.
"Ürr, urr....sini, ini makan", kata anak laki laki sambil lemparkan beras.
"Ompungggg, ada anjing, takut".
"Jojor isi bensin disini ya, bukan di SPBU ?"
"Hanya sedikit kak, takut habis dijalan"
"Äku duluan ya, daaa. jangan lupa ya bang"
Malam itu setelah makan malam, Su Lian dinasehati papa mamanya juga didengar oleh koh dan istrinya sedang anak anaknya tidak mendengar, disuruh bermain game di kamar.
"Belakangan ini kami perhatikan kau dengan Tumpak semakin akrab, ingat ya, loe kan suku Hokkian.mesti kawin dengan satu suku kalau bisa dari daerah nenek moyang kita di Selatan propinsi Fu Jian, loe sudah disekolahkan ke Singapur, malah sekarang dekat dekat sama Tumpak"
"Saya kan hanya ngomong bisnis pa, biar dia mau jadi agen kita"
"Kami perlu mengingatkan saja, jangan loe kasih hati, paling tidak kawin sesama Hokkian, nenek moyang dari Ciangchiu, seperti kebanyakan orang Medan"
"Tumpak orangnya kan baik ma, bukan seperti teman temanku di Singapur yang suka minum, suka judi"
"Loe kan sudah tau gimana kejadian tahun 1998, pembunuhan, perkosaan, pembakaran, biar juga kita warga negara, tetap saja dianggap asing, mau jadi tentara tidak bisa, jadi dokter sulit, akhirnya jadi pengusaha"
"Jadi pengusaha terus kaya, salah lagi", sambung kokohnya lagi.
"Ya sudah sudah cerita itu melulu, bosan", Su Lian mau pergi.
"Eh dikasi tau mau pergi, duduk", kata papanya.
"Justru itu saya mau banyak teman pribumi agar kita diterima,agar mereka baik baik sama kita, kami pemuda zaman sekarang tidak begitu lagi", kata Su Lian dengan enteng.
"Tapi loe mesti ikuti adat nenek moyang kita, lihat koh mu kawin satu suku kan, meneruskan marga kita, marga dari daerah Fujian seberang Taiwan, agar marga loe tidak hilang", kata mamanya.
"Kalau kawin campur memang marga saya hilang, kan tidak", sergah Su Lian, mamanya belum selesai ngomong.
"Loe itu diam dulu, dengar kalau loe kawin sama orang sini kan pake marga mereka dan marga kau hilang diganti marga mama suami", kata papanya membela istrinya.
"Kawin sesama suku Hokkian dibelakang nama anak anak kan ikut marga papanya"
"Jangan keras kepala, hubunganmu dengan Tumpak hanya pertemanan bisnis, tidak lebih"
"Ya ya, sudah ni", sambil dia berdiri dengan muka masam menuju kamarnya.
Ketika Tumpak datang hari Senin berikutnya Su Lian tidak melayani pembayaran getahnya, tidak tampak di toko yang juga jadi rumah tinggal itu. Dia pura pura minta ijin ke kamar mandi sambil tengok kanan tengok kiri. Ternyata abangnya Su Lian mengerti maksudnya, terus dia berkata :"Su Lian sedang menjemput anak anak di sekolah".
"Ya ga apa apa koh"
Sehabis menerima pembayaran getah, Tumpak menuju ke Bank dan ketemu saudara semarganya.
"Omzetmu akhir akhir ini tambah besar, modalya masih cukup ?"
"Aku pinjam bang dari toke Rp 5 juta, ditawarkan terus sama putri toke"
"Baik kali Amoy itu sama kau, suka kau sama dia ?"
"Ah mana mungkin bang, biasanya mereka kawin dengan satu keturunan dari tanah leluhur, mana mungkin sama kita yang miskin ini"
"Bisa saja, itu lihat itu bapak Pendeta kita kawin sama Tionghoa juga"
"Dari pada meminjam ke toke, lebih baik pinjam kredit saja, jadi kau bebas menjual kemana saja"
"Memang sudah bisa pinjam ya bang ?"
"Sudah bisa, gini saja adek lebih baik dirikan CV dulu biar lebih jago kau, nanti aku bantu urus ke Notaris. Pakai usaha perorangan sebetulnya bisa juga, tapi baiknya pakai CV biar usahamu cepat berkembang, mumpung abang belum pensiun"
"Aku sudah belajar CV, Firma, P.T dan koperasi di sekolah, tapi cuma theory bang, saya kira CV itu hanya untuk pemborong"
"Pelan pelan saja urus ijin ijin seperti Ijin usaha (SIUP), ijin tempat usaha (SITU), pajak (NPWP) di kantor Bupati, kalau ke Notaris nanti saya antar".
"Repot juga ya bang"
"Paling 2 minggu sudah beres, tidak perlu kasih amplop ya, itu sudah tugas mereka. Kalau rumah sudah punya Sertifikat ?"."
"Belum bang, di kampung mana pula pake Sertifikat"
Sudah lebih seminggu Tumpak tidak mampir dan tidak telpon Jojor. Tetapi seperti biasa dia suka raun raun, jalan jalan cari angin dan mampir di kios Tumpal.
Tit tit...."Tolong 10 liter ya kak", katanya kepada kakaknya Tumpal.
"Biar aku saja kak", kata Tumpak.
"Kemana saja bang lama tidak mampir"
"Sibuk Jor urus ijin ijin ke Pandan ke kantor Bupati, memangnya kamu rindu?".
"Abang jangan sombong, aku kan suka jalan sama paribanku, Leo"
Jojor mulai starter motornya mau pulang, sebuah Fortuner yang tidak asing lagi berhenti. Su Lian dan 2 anak, ponakannya turun dari mobil.
"Salam Om sama kakak. Om ini namanya Tumpak, kakak ini namanya Jojor"
"Tumben bawa anak anak ?"
"Biar biasa mereka berbaur, biar tidak takut sama orang Batak dan juga bisa melihat banyak rakyat yang miskin, biar mereka peduli sejak kecil, jangan pelit", kata Su Lian pada hal bawa ponakannya biar mama papanya tidak curiga.
"Ini Lian kios yang saya ceritakan itu, masih kecil"
"Saya sudah bicara papa kita mau kerjasama seperti yang pernah kau bilang"
"Berapa kira kira modal bangun kios permanen ?"
"Saya kira Rp 25 juta sudah cukup"
"Ya nanti kalau papa ok, saya setor ke rekeningmu lewat ATM, kutunggu ya di toko"
"Ayo kita ke rumah dulu"
"Salam Ompung, yang perempuan panggil Ompung boru, yang laki Ompung doli"
"Ompung boru sesekali datang ke toko ya?", kata anak laki laki yang agak berani. Sedang anak perempuan agak pemalu.
"Om boleh lihat kandang ayamnya"
"Boleh, boleh, ayo ke belakang", sambil dituntun ompung boru ke belakang.
"Ürr, urr....sini, ini makan", kata anak laki laki sambil lemparkan beras.
"Ompungggg, ada anjing, takut".
"Jojor isi bensin disini ya, bukan di SPBU ?"
"Hanya sedikit kak, takut habis dijalan"
"Äku duluan ya, daaa. jangan lupa ya bang"
No comments:
Post a Comment