BARANG KONSIGNYASI DAN TAMBAH MODAL
Bisnisnya Tumpak makin hari makin berkembang termasuk penjualan kios disamping rumah yang menjual beragam keperluan masyarakat desa yaitu beras, minyak tanah, gula, mie instan, shampoo, cuka karet dan makanan kecil seperti snack disamping jual bensin.
Seperti biasa sore menjelang petang Longga dan adiknya Jojor suka jalan jalan cari angin ke kampung sebelah, Bonandolok sampai pasar Rampa. Mereka sempatkan berhenti di kios Tumpak sekedar membeli bensin.
"5 liter saja namboru", kata Longga kepada mama Tumpak.
"Eh Longga, apa khabar", kata Tumpak yang baru turun dari rumah utama dari kayu beratap seng, bertangga semen dengan kolong.
Longga sengaja datang agar Tumpak jangan takut sama papanya yang marah karena pulang telat dari sekolah dengan adiknya, Jojor.
"Sudah rame bang kiosnya", kata Longga dengan senyum tulus.
"Ah masih kecil Longga, soalnya pake modal orang lain"
"Abang minjam dari A Kiong ?"
"Tidaklah, saya kan bukan agennya"
"Beli barang ini modal siapa ?"
"He, he, he,,,barang konsignyasinya itu, barang titipan,laku baru bayar, kita ambil untung sedikit"
"Mau juga mereka nitip ya bang ?"
"Sekarang begitu, distributor tidak perlu buka toko dengan bayar pegawai, kita tokonya, dia tidak ada ruginya"
"Pembagian untungnya gimana ?"
"Kita naikin harga, kalau tidak laku, mereka ambil kembali, kita tidak keluar duit"
"Enak juga ya bang, motor kau juga baru", sambil berkaca di spion motornya.
"Kan bayar Rp 1 juta sudah bisa bawa pulang, semoga tidak ditarik toko nanti", kata Tumpak tertawa.terbahak bahak.
"Bapak bilang abang dibayar A Kiong pake Giro, kenapa tidak bayar kontan", kata Longga yang masih belia, klas 2 SMA belum mengerti apa itu Giro..
"Abang saya yang kasih tahu, sekarang saya jadi tahu omzet tiap bulan, suatu waktu saya mau pinjam dari Bank"
"Kapan kapan ngomong sama Bapak dulu bang, saya juga mau tahu juga".
Seperti biasa malam minggu Tumpak mampir dirumah Longga, mereka jalan jalan ke kota, makan atau nonton filem.
"Horas paman, ada Longga?"
"Jojor panggil kakakmu ada Tumpak"
"Kau sudah dapat modal dari A Kiong atau dari bank ?"
"Belum butuh paman, kata abang di bank, nanti beberapa bulan bisa pinjam dari Bank, bebas kita dari pada berutang ke toke, terikat kita"
"Saya sudah lama dagang karet belum pernah pinjam Bank, tolong ambil formulir Tabungan dulu, kasi sama Longga ya"
"Bikin kopi kami dulu Jojor"
"Tidak usah paman, terima kasih, kami rencana mau jalan dulu".
Jojor langsung datang dan ambil kunci motornya Tumpak.
"Kami jalan dulu ya pak"
Longga menyusul bawa helm dan naik motornya sendirian.
"Lihat tuh putrimu, dibonceng sama Tumpak, kata Bapak Longga.
"Nanti juga mereka kuliah, tumpak nanti tinggal di kampung"
Sebelum masuk ke gedung bioskop mereka beli kacang, es cream dan roti, dibayar pake kartu"
"Bisa bayar pake kartu ATM ya bang"
"Ïni bukan kartu ATM, ini Kartu debet"
"Apa gunanya kartu Debet", sambil dia peggang dan perhatikan kartu itu.
"Begitu digesek, tabungan kita berkurang"
"Sering aku dengan Kartu kredit, apa bedanya?"
"Kalau Kartu kredit, kita berhutang ke Bank dan bayar bunga. Kalau Kartu debet, kita pakai uang sendiri"
Habis menonton, mereka makan di Sibolga square di cafe cafe tenda di jalan utama, khusus diwaktu malam.
"Bang ajari kami berenang, biar bisa berenang kayak Su Lian, siapa tahu kita piknik .ke pulau Poncan lagi", kata Longga.
"Sudah diajari bisnis, sekarang minta diajari berenang"
"Nanti ajari pacaran bang", kata Jojor senyum senyum.
"Habis Gerejalah kita besok, ajak saja Leonard".
"Sampai dirumah baru jam 9 malam belum terlalu larut, Longga dan Jojor tidak menduga mereka akan dipanggil Bapak sama mamanya keruang makan, disitu Tumpak sudah pulang.
"Kau Longga ajar ajari adikmu, kau Jojor ingat kau si adikan", kata Bapaknya.
"Jangan sampai kau salah jalan Jojor sampai kau melangkahi kakakmu, ingat itu.
Longga dan Jojor duduk terdiam.
"Jangan bikin malu keluarga", kata Bapaknya.
"Ingat kalian harus sekolah setinggi tingginya, jangan kawin dengan orang kampung", sambung Ibunya.
"Jangan salah, kami tidak marah sama Tumpak, kami orang tua wajib mengingatkan", kata Bapaknya menyudahi kuliah malam itu.
Hari Minggu itu Longga dan adiknya memilih kebaktian di Gereja Sibolga dengan keluarga Leonard agar bisa cepat cepat latihan renang. Sedang Tumpak memilih kebaktian di Gereja kampung dengan orangtua dan kakak, adiknya, seperti kebiasaan mereka sejak masih kecil. Kalau hari Minggu penduduk kampung wajib ke Gereja, mulai dari Sekolah minggu anak anak, Ketahuan siapa yang tidak ikut kebaktian.
Sebelum berangkat sama sama ke Gereja, hand phone Tumpak berbunyi :
"Hallo, hari ini turun ke Sibolga ga, ada yang perlu dibicarakan ?"
"Tentang apa, ngomong saja, habis Gereja kami mau renang ke Pandan"
"Kalau begitu aku ikut, disana kita bicarakan"
"Ok kalau begitu, tunggu ya sekitar pukul 12 atau pukul satu".
Pukul 2 Tumpak dan Su Lian sampai di hotel tempat renang naik Fortuner lama disopiri Su Lian yang memakai rayban hitam, kaos merah dan short.
"Sudah lama kalian ?"
"Lumayan bang, kami duduk duduk saja sambil minum es lihat orang orang renang".
Longga hanya ketawa sambil menyalami Su Lian.
"Lama kali bang", kata Jojor sambil menyiram Tumpak dengan air, jengkel melihat Su Lian bisa ikut renang. Pasti mereka sudah janjian, pikir Jojor dalam hati.
Su Lian mengajar Longga berenang, sedang Leonard diajari Tumpak.
"Sini Jojor saya ajari", kata Su Lian
Äku mau belajar sendiri"
Tidak lama, Tumpak melatih Jojor agak menjauh ke pinggir kolam, kadang sembur semburan, kadang menyelam bersama, sampai tidak kelhatan.
Setelah setengah jam, giliran Su Lian lomba berenang dengan Tumpak hingga 25 meter ujung Selatan kolam renang. Tumpak kalah cepat karena Su Lian sudah terbiasa di Singapur ketika sekolah disana.
"Dua hari Senin, Tumpak ga setor getah, kenapa ?"
"Sory ya saya jual ke PT.ASL di Sarudik karena harganya lebih tinggi dari kalian". Tumpak bebas menjual kemana saja harga tertinggi karena dia tidak terikat modal dari toke.
"Berapa harga di fabrik rupanya ?"
"Rp 95.000, katanya memenuhi ekspor mereka ke Jerman dan Italy, kapal sudah menunggu di Belawan, katanya mau bikin roda pesawat terbang"
"Minggu depan jual ke kami saja, harganya samalah dengan fabrik, kalau perlu modal bilang ya".
"Ya sekarang perlu modal karena agen, teman sekolah saya sudah beli sampai pasar Parsingkaman". Parsingkaman ini masuk Kabupaten Tapanuli Utara, jalan menuju kota Tarutung.
Jam menunjukkan pukul 15.30.
"Bang sudah lapar nih", kata Jojor dengan suara keras agar Tumpak dan Su Lian berhenti ngobrol berdua dipinggir kolam"
Ök ok, 3 kali putaran lagi ya"
Mereka berdua berenang bolak balik sepanjang 25 meter tanpa istirahat. Tumpak kedodoran, tertinggal jauh dari Su Lian dengan stroke tangan dan kakinya yang bergerak panjang. Sedang Tumpak kalah tehnik hanya tahu gaya katak saja dengan sekuat tenaga hingga terengah mendekati Jojor.
"Renang memang menguras tenaga, cepat lapar, ayo kita cari ikan bakar".
Mereka naik mobil Su Lian, Tumpak duduk di depan, Longga, Jojor dan Leonard duduk di bangku belakang.
"Kau pilihlah Longga ikannya", kata Leonard.
Karena capek berenang, sambil menunggu ikan dibakar, angin dari laut Pandan berembus segar di pondok penjual ikan. Jojor dengan manja, sandaran mengantuk disisi sebelah kiri dekat Tumpak duduk. Suara ombak kedengaran hingga berdesir ketika sampai di tepi pantai berpasir putih.
"Enak kali ya ikan Sibolga ini, aku tidak pernah lupa", kata Su Lian.
"Ya kak, terutama ikan bakar dengan bumbu kecap, asam, cabe, bawang", kata Longga.
karena pedasnya, walau angin sepoi, tetap saja keringat.
"Ini tissue", kata Tumpak sambil mengelap keringat Jojor disampingnya.
"Uhuk uhuk", batuk Leonard sambil melirik paribannya Jojor. Pariban itu, anak paman, adik ibu yang dalam adat merupakan calon prertama menjadi istri. Itu memang yang diimpikan ibu Leonard, salah satu dari mereka berdua jadi menantunya, meneruskan silsilah keluarga.
Habis makan mereka sempatkan lari lari di pantai pasir putih Pandan yang ramai dikunjungi wisatawan dari Kabupaten tetangga. Tempat ini sejak zaman doeloe tempat tujuan Wisata yang dikelola oleh Pemda Tapanuli Tengah yang sekarang ibukotanya pindah dari Sibolga ke kota baru Pandan, hanya 10 km ke arah kota Padangsidempuan, ibukota Tapanuli Selatan.
Jojor terhenti sebentar di belakang, mengingat kembali ketika dia jatuh dan bajunya basah sehingga pakai baju Tumpak menunggu bajunya kering.
"Hayo Jojor", kata Tumpak mundur sambil menarik tangannya.
Pulang ke Sibolga, mereka bawa 2 sepeda motor dan 1 mobilnya Su Lian.
"Bang bonceng aku yah, sudah capek aku yang berenang itu"
"Kan ga enak, tadi kami datang berdua, ya pulang berdua"
"Ya sudah, pergilah karena banyak duitnya, ga usah berteman juga ga apa apa", sambil pergi ke tempat parkir motornya
"Kau sendirilah pulang ya Lian", sambil berlari mendekati motor Jojor.
"Jangan marah sayang", kata Tumpak bergurau. Dicubit Jojor pinggangnya dari belakang
"Yang cemburunya kau ?". Ditarik Jojor telinganya Tumpak dari belakang.
"Kami tadi bicarakan bisnis di kolam renang"
"Aku tidak tanya, kalian pacaran, mana kutahu, aku capek tahu takut nanti waktu pulang naik ke kampung, bisa jatuh ke jurang".
"Ya ya, itu kan cuma alasan", ketawa Tumpak berderai.
Sampai di rumah Mamanya tanya Su Lian.
"Dari mana saja kamu, Tumpak mana, awas ya kalau kau macam macam dengan dia. Ingat ya, jangan lupa adat kita "
www.see-soul.blogspot.com
- Bersambung -
Bisnisnya Tumpak makin hari makin berkembang termasuk penjualan kios disamping rumah yang menjual beragam keperluan masyarakat desa yaitu beras, minyak tanah, gula, mie instan, shampoo, cuka karet dan makanan kecil seperti snack disamping jual bensin.
Seperti biasa sore menjelang petang Longga dan adiknya Jojor suka jalan jalan cari angin ke kampung sebelah, Bonandolok sampai pasar Rampa. Mereka sempatkan berhenti di kios Tumpak sekedar membeli bensin.
"5 liter saja namboru", kata Longga kepada mama Tumpak.
"Eh Longga, apa khabar", kata Tumpak yang baru turun dari rumah utama dari kayu beratap seng, bertangga semen dengan kolong.
Longga sengaja datang agar Tumpak jangan takut sama papanya yang marah karena pulang telat dari sekolah dengan adiknya, Jojor.
"Sudah rame bang kiosnya", kata Longga dengan senyum tulus.
"Ah masih kecil Longga, soalnya pake modal orang lain"
"Abang minjam dari A Kiong ?"
"Tidaklah, saya kan bukan agennya"
"Beli barang ini modal siapa ?"
"He, he, he,,,barang konsignyasinya itu, barang titipan,laku baru bayar, kita ambil untung sedikit"
"Mau juga mereka nitip ya bang ?"
"Sekarang begitu, distributor tidak perlu buka toko dengan bayar pegawai, kita tokonya, dia tidak ada ruginya"
"Pembagian untungnya gimana ?"
"Kita naikin harga, kalau tidak laku, mereka ambil kembali, kita tidak keluar duit"
"Enak juga ya bang, motor kau juga baru", sambil berkaca di spion motornya.
"Kan bayar Rp 1 juta sudah bisa bawa pulang, semoga tidak ditarik toko nanti", kata Tumpak tertawa.terbahak bahak.
"Bapak bilang abang dibayar A Kiong pake Giro, kenapa tidak bayar kontan", kata Longga yang masih belia, klas 2 SMA belum mengerti apa itu Giro..
"Abang saya yang kasih tahu, sekarang saya jadi tahu omzet tiap bulan, suatu waktu saya mau pinjam dari Bank"
"Kapan kapan ngomong sama Bapak dulu bang, saya juga mau tahu juga".
Seperti biasa malam minggu Tumpak mampir dirumah Longga, mereka jalan jalan ke kota, makan atau nonton filem.
"Horas paman, ada Longga?"
"Jojor panggil kakakmu ada Tumpak"
"Kau sudah dapat modal dari A Kiong atau dari bank ?"
"Belum butuh paman, kata abang di bank, nanti beberapa bulan bisa pinjam dari Bank, bebas kita dari pada berutang ke toke, terikat kita"
"Saya sudah lama dagang karet belum pernah pinjam Bank, tolong ambil formulir Tabungan dulu, kasi sama Longga ya"
"Bikin kopi kami dulu Jojor"
"Tidak usah paman, terima kasih, kami rencana mau jalan dulu".
Jojor langsung datang dan ambil kunci motornya Tumpak.
"Kami jalan dulu ya pak"
Longga menyusul bawa helm dan naik motornya sendirian.
"Lihat tuh putrimu, dibonceng sama Tumpak, kata Bapak Longga.
"Nanti juga mereka kuliah, tumpak nanti tinggal di kampung"
Sebelum masuk ke gedung bioskop mereka beli kacang, es cream dan roti, dibayar pake kartu"
"Bisa bayar pake kartu ATM ya bang"
"Ïni bukan kartu ATM, ini Kartu debet"
"Apa gunanya kartu Debet", sambil dia peggang dan perhatikan kartu itu.
"Begitu digesek, tabungan kita berkurang"
"Sering aku dengan Kartu kredit, apa bedanya?"
"Kalau Kartu kredit, kita berhutang ke Bank dan bayar bunga. Kalau Kartu debet, kita pakai uang sendiri"
Habis menonton, mereka makan di Sibolga square di cafe cafe tenda di jalan utama, khusus diwaktu malam.
"Bang ajari kami berenang, biar bisa berenang kayak Su Lian, siapa tahu kita piknik .ke pulau Poncan lagi", kata Longga.
"Sudah diajari bisnis, sekarang minta diajari berenang"
"Nanti ajari pacaran bang", kata Jojor senyum senyum.
"Habis Gerejalah kita besok, ajak saja Leonard".
"Sampai dirumah baru jam 9 malam belum terlalu larut, Longga dan Jojor tidak menduga mereka akan dipanggil Bapak sama mamanya keruang makan, disitu Tumpak sudah pulang.
"Kau Longga ajar ajari adikmu, kau Jojor ingat kau si adikan", kata Bapaknya.
"Jangan sampai kau salah jalan Jojor sampai kau melangkahi kakakmu, ingat itu.
Longga dan Jojor duduk terdiam.
"Jangan bikin malu keluarga", kata Bapaknya.
"Ingat kalian harus sekolah setinggi tingginya, jangan kawin dengan orang kampung", sambung Ibunya.
"Jangan salah, kami tidak marah sama Tumpak, kami orang tua wajib mengingatkan", kata Bapaknya menyudahi kuliah malam itu.
Hari Minggu itu Longga dan adiknya memilih kebaktian di Gereja Sibolga dengan keluarga Leonard agar bisa cepat cepat latihan renang. Sedang Tumpak memilih kebaktian di Gereja kampung dengan orangtua dan kakak, adiknya, seperti kebiasaan mereka sejak masih kecil. Kalau hari Minggu penduduk kampung wajib ke Gereja, mulai dari Sekolah minggu anak anak, Ketahuan siapa yang tidak ikut kebaktian.
Sebelum berangkat sama sama ke Gereja, hand phone Tumpak berbunyi :
"Hallo, hari ini turun ke Sibolga ga, ada yang perlu dibicarakan ?"
"Tentang apa, ngomong saja, habis Gereja kami mau renang ke Pandan"
"Kalau begitu aku ikut, disana kita bicarakan"
"Ok kalau begitu, tunggu ya sekitar pukul 12 atau pukul satu".
Pukul 2 Tumpak dan Su Lian sampai di hotel tempat renang naik Fortuner lama disopiri Su Lian yang memakai rayban hitam, kaos merah dan short.
"Sudah lama kalian ?"
"Lumayan bang, kami duduk duduk saja sambil minum es lihat orang orang renang".
Longga hanya ketawa sambil menyalami Su Lian.
"Lama kali bang", kata Jojor sambil menyiram Tumpak dengan air, jengkel melihat Su Lian bisa ikut renang. Pasti mereka sudah janjian, pikir Jojor dalam hati.
Su Lian mengajar Longga berenang, sedang Leonard diajari Tumpak.
"Sini Jojor saya ajari", kata Su Lian
Äku mau belajar sendiri"
Tidak lama, Tumpak melatih Jojor agak menjauh ke pinggir kolam, kadang sembur semburan, kadang menyelam bersama, sampai tidak kelhatan.
Setelah setengah jam, giliran Su Lian lomba berenang dengan Tumpak hingga 25 meter ujung Selatan kolam renang. Tumpak kalah cepat karena Su Lian sudah terbiasa di Singapur ketika sekolah disana.
"Dua hari Senin, Tumpak ga setor getah, kenapa ?"
"Sory ya saya jual ke PT.ASL di Sarudik karena harganya lebih tinggi dari kalian". Tumpak bebas menjual kemana saja harga tertinggi karena dia tidak terikat modal dari toke.
"Berapa harga di fabrik rupanya ?"
"Rp 95.000, katanya memenuhi ekspor mereka ke Jerman dan Italy, kapal sudah menunggu di Belawan, katanya mau bikin roda pesawat terbang"
"Minggu depan jual ke kami saja, harganya samalah dengan fabrik, kalau perlu modal bilang ya".
"Ya sekarang perlu modal karena agen, teman sekolah saya sudah beli sampai pasar Parsingkaman". Parsingkaman ini masuk Kabupaten Tapanuli Utara, jalan menuju kota Tarutung.
Jam menunjukkan pukul 15.30.
"Bang sudah lapar nih", kata Jojor dengan suara keras agar Tumpak dan Su Lian berhenti ngobrol berdua dipinggir kolam"
Ök ok, 3 kali putaran lagi ya"
Mereka berdua berenang bolak balik sepanjang 25 meter tanpa istirahat. Tumpak kedodoran, tertinggal jauh dari Su Lian dengan stroke tangan dan kakinya yang bergerak panjang. Sedang Tumpak kalah tehnik hanya tahu gaya katak saja dengan sekuat tenaga hingga terengah mendekati Jojor.
"Renang memang menguras tenaga, cepat lapar, ayo kita cari ikan bakar".
Mereka naik mobil Su Lian, Tumpak duduk di depan, Longga, Jojor dan Leonard duduk di bangku belakang.
"Kau pilihlah Longga ikannya", kata Leonard.
Karena capek berenang, sambil menunggu ikan dibakar, angin dari laut Pandan berembus segar di pondok penjual ikan. Jojor dengan manja, sandaran mengantuk disisi sebelah kiri dekat Tumpak duduk. Suara ombak kedengaran hingga berdesir ketika sampai di tepi pantai berpasir putih.
"Enak kali ya ikan Sibolga ini, aku tidak pernah lupa", kata Su Lian.
"Ya kak, terutama ikan bakar dengan bumbu kecap, asam, cabe, bawang", kata Longga.
karena pedasnya, walau angin sepoi, tetap saja keringat.
"Ini tissue", kata Tumpak sambil mengelap keringat Jojor disampingnya.
"Uhuk uhuk", batuk Leonard sambil melirik paribannya Jojor. Pariban itu, anak paman, adik ibu yang dalam adat merupakan calon prertama menjadi istri. Itu memang yang diimpikan ibu Leonard, salah satu dari mereka berdua jadi menantunya, meneruskan silsilah keluarga.
Habis makan mereka sempatkan lari lari di pantai pasir putih Pandan yang ramai dikunjungi wisatawan dari Kabupaten tetangga. Tempat ini sejak zaman doeloe tempat tujuan Wisata yang dikelola oleh Pemda Tapanuli Tengah yang sekarang ibukotanya pindah dari Sibolga ke kota baru Pandan, hanya 10 km ke arah kota Padangsidempuan, ibukota Tapanuli Selatan.
Jojor terhenti sebentar di belakang, mengingat kembali ketika dia jatuh dan bajunya basah sehingga pakai baju Tumpak menunggu bajunya kering.
"Hayo Jojor", kata Tumpak mundur sambil menarik tangannya.
Pulang ke Sibolga, mereka bawa 2 sepeda motor dan 1 mobilnya Su Lian.
"Bang bonceng aku yah, sudah capek aku yang berenang itu"
"Kan ga enak, tadi kami datang berdua, ya pulang berdua"
"Ya sudah, pergilah karena banyak duitnya, ga usah berteman juga ga apa apa", sambil pergi ke tempat parkir motornya
"Kau sendirilah pulang ya Lian", sambil berlari mendekati motor Jojor.
"Jangan marah sayang", kata Tumpak bergurau. Dicubit Jojor pinggangnya dari belakang
"Yang cemburunya kau ?". Ditarik Jojor telinganya Tumpak dari belakang.
"Kami tadi bicarakan bisnis di kolam renang"
"Aku tidak tanya, kalian pacaran, mana kutahu, aku capek tahu takut nanti waktu pulang naik ke kampung, bisa jatuh ke jurang".
"Ya ya, itu kan cuma alasan", ketawa Tumpak berderai.
Sampai di rumah Mamanya tanya Su Lian.
"Dari mana saja kamu, Tumpak mana, awas ya kalau kau macam macam dengan dia. Ingat ya, jangan lupa adat kita "
www.see-soul.blogspot.com
- Bersambung -
No comments:
Post a Comment