Saturday, August 13, 2016

NOVEL : PULANG KAMPUNG I @ LARI DARI BAYANG PARIBAN (1)


I
 PULANG KAMPUNG
S
uasana hati sangat senang mendengar  suara pramugari Garuda yang mengumumkan :
” Beberapa saat lagi kita akan mendarat di bandara F.L.Tobing, Sibolga”. 

Sekitar satu jam lagi akan memeluk Ayah,  Ibu dan dia, setelah dua tahun terakhir tidak mencicipi lezatnya masakan Sibolga dan  mendengar debur ombak, laut biru di Teluk Tapian Nauli.
Tiga tahun kuliah di Yogjakarta, rindu pulang libur pada akhir tahun ke kampung, di Sibolga. Orang tua sangat senang  anaknya  sudah mencapai D3, paling lama 2 tahun lagi jadi S1. Usia masih muda, baru 20 tahun.

 Akan menjadi contoh untuk keluarga besar di kampung yang masih langka lulus S1, apa lagi dari Perguruan Tinggi Negeri di Jawa. Walau lulusan kota kecil jika belajar serius bisa lulus UMPTN dan masuk P.T.Negeri.

Rupanya orang tua sudah punya rencana tersembunyi  buat saya
” Besok kita kerumah Tulangmu di Simaninggir”, kata Ibu sambil melirik Bapak dengan senyum di bibirnya yang merah karena ngunyah sirih pinang.Tulang artinya paman, adiknyanya Ibu.
“Kan, Tulangmu punya gadis seperti bintang”, katanya dengan senyum menggoda.
“Kok kayak zaman Sity Nurbaya saja”, kata saya.
“Sudahlah, kau tengok dululah”, kata Ibu dengan mengingatkan :
"Waktu masih SD kau sering kami goda godain dengan Longga", katanya terkekeh kekeh.

“Kau ingat kan, kalau masih ada Pariban, anak paman, jangan cari yang lain”.
“Itu sih adat sudah kuno pak”, kata saya.
Rumah Paman, 10 km diluar kota melalui jalan berkelok kelok ke bukit dengan pemandangan teluk dan laut biru, Teluk Tapian nauli. Kami berangkat bertiga menjelang siang.  Waktu kami tiba, Longga dan Ibunya sedang sibuk menyiapkan makan siang istimewa termasuk Ikan panggang, kesukaanku.

Setelah makan usai, kami ditinggalkan berdua di ruang makan sambil beres beres.
Dalam hati, saya berkata :
”Cantik juga, putih, rambut terurai panjang, matanya berbinar seperti bintang”.
“Sudah kelas berapa adek”, kata saya
“Kelas tiga bang”, jawabnya.
“Tahun depan ikut kuliah sama Abang ya”, saya coba menggoda
“Belum tahu bang, bagaimana Bapak saja”.
“Lho, kan paman banyak duitnya”.
”Ah lebih banyak duit Amangboru”. Amangboru, panggilan untuk Bapak saya.
“Sudah ada pacarmu ?”
“Belum ada bang”, lesung pipitnya menambah cantik senyumnya.

Di dekat jendela adiknya, Jojor memperhatikan gerak gerik kakaknya.
“Huk huk huk, Jojor batuk batuk kecil untuk mengingatkan kakaknya yang sudah punya pacar sejak SMP. Adiknya menggoda :
"Kak masih ingat waktu kecil Abang suka pegang tangan kakak", katanya tertawa tawa. Longga melempar Jojor dengan kacang.

Dalam perjalanan pulang, Ibu bertanya :
”Gimana ?”
“Apanya yang gimana”, saya balik bertanya
“Suka ga ?”, kata Ibu lagi. Saya cuma tertawa.
“Belum tentu dia mau”, jawab saya seraya melanjutkan
“Siapa tahu dia sudah punya pacar”, kata saya.
“Ah kau ini”, kata Ibu.
“Kalau kau mau biar kami ngomong sama Tulangmu”, kata Bapak menimpali.
“Ngomong apa ?”
“Ya tunanganlah”, kata Bapak dengan nada ketawa.
“Ha ha ha”, jawaban saya antara ya dan tidak

Sabtu sore  saya kesana lagi, kali ini sendirian.
“Horas Tulang”.
“Longga, Abangmu datang”, kata Ayahnya.
Setelan mngobrol sebentar, kemudian kami pamitan.
“Kami pergi dulu Tulang”, kata saya
Kami memilih pergi 2 km dari rumah kearah Sibolga. Sebuah tempat duduk beratap rumbia, memandang jauh, 8  km kebawah, ke laut nan biru dan 2 pulau diteluk, pulau Poncan dan pulau Mursala. Kedua pulau ini sebagai pengaman, sehingga tsunami tidak mengancur leburkan kota ini seperti pulau Nias di sebelah Barat kota Sibolga.

Rambutnya yang terurai panjang itu dihembus angin kencang hingga menyentuh muka saya. Harum.
“Longga sudah punya pacar?”, tanya saya kembali.
“Memang kenapa bang”
“Ibu bilang kita mau dijodohkan, kalau kita mau”.
“Abang sudah punya pacar?”,
“Belum”, sambil memegang rambutnya yang beterbangan kembali kepundaknya.
“Cantik kali rambutmu”
Lesung pipitnya muncul, tertawa.

“Terserah Abang saja, Abang mau ?”, tanyanya sambil matanya menelisik.
“Mau banget”, kata saya sambil melanjutkan :
"Dari kecil Abang memang suka", kata saya sambil memegang tangannya.

Rrrrrrr. Sebuah sepeda motor berhenti.Tangannya tiba tiba dia tarik.
Pemuda gagah dengan jaket loreng.
“Kenalin bang”
“”Leo”, kataku.
“Poltak”, jawabnya tegas. Genggamannya mantap.
“Dia tentara, tapi mau ikut penidikan Secapa bang”, kata Longga
“Dia kakak kelasku di SMP dulu ”, katanya menambahkan.










No comments:

Post a Comment