Monday, August 31, 2015

TAJAMNYA PISAU KERINDUAN

Nyeri rindu menyeruak tulang
Bayangan dua nisan lumut tanpa aksara
Impian jadi nyata diujung dasawarsa
Menggapai bukit sembab merambah duka
Ungkapan cinta kepada Ayah bunda
                                              Sembilu dusun meretas ari ari
Dipendam dikolong rumah panggung
Dikerindangan daun hijau pohon duku
yang beterbangan menyapa bulan
Selemparan batu dari tepian sawah
Kemilau air cerling menari disisik batu
Mengalir kehilir, tersipu tanpa benang
Berkasut sandal tipis menjepit jemari
Menapaki pematang sawah yang basah
Pulang petang bersiulkan sarung angkola

Kupicing mata kuengkol sepeda
melewati pendakian tikungan sekolah
Buku tebal tertawa, rapor tidak istimewa
Namun bermimpi menjadi pejabat Negera
Teman sepermainan menjadi guru sahaja

Teman penderes getah tetap terlunta
Tak pernah membaca sajak merdeka
Tirai malam kelam bertikar anyaman sendiri
Dibuai suara padu kodok dan jangkrik
Tanpa sinetron rumah dan mobil mewah
 Semilir angin nostalgia berembus perlahan
Menusuk rongga dari jarak sepuluh hasta
Aroma amis getah terhirup sejak usia belia
Berpadu padan aroma duri durian
Melukai tajamnya pisau kerinduan
Nikmatnya nuansa masa silam
Mentari pagi benderang, petang yang tenang
Bermalam di rumah lapuk tadisional
Atap seng dan dinding papan
Bayang keintiman saudara sedarah
 
Berkendara berjoget meliuk liukkan badan
Telusuri tebing cadas dan kelokan tajam
Kupejam retina, mengira kecepatan
Ganti gigi di tanjakan dan kelokan
Mewarnai Biography menuju pulang

No comments:

Post a Comment