Sunday, February 4, 2018

PENGUSAHA MUDA (4)

SU LIAN MENAWARKAN MODAL

Berkas:Pulau Poncan.jpg
Selama 7 bulan menjual karet ke toke Akiong di Sibolga biasanya dilayani 2 anaknya, satu laki laki yang sudah berkeluarga, satu lagi seorang gadis, nampak masih lebih muda dari Tumpak walau sudah berusia 23 tahun, mungkin karena pintar berdandan. Anak laki yang menimbang, yang gadis jadi kasir, yang membayar.

Karena Tumpak tidak meminjam modal dari Akiong, dia bebas menjual getah ke toke lain di kota Baringin, Sambas dan fabrik. Itu sebabnya Su Lian ambil hatinya biar mau jadi agen mereka.
"Biar lebih besar modalmu, kau boleh minjam Tumpak"
"Omzetku masih kecil, nanti saja ya Lian"
"Kalau pinjam modal,, kau tidak capek,tidak perlu lagi kesana kemari"
"Kapan kapan kita bicakan lag", kata Tumpak sambil minum teh kosong dingin yang diberikan oleh Su Lian.

Buat apa modal karena family, teman dekat dan tetangga bersedia dibayar satu dua hari setelah hari pasar, Senin. Sering hari Senin petang pada hari itu juga sudah dibayar. begitu dalam hati Tumpak
"Kubayar pakai check saja ?"
"Jangan Bilyet giro saja biar kusetor ke bank BRI"
"Bah sudah ada rupanya rekening kau", kata Su Lian sambil ketawa dan seperti main mata.
Berdetak kencang jantung Tumpak melihat bibir Su Lian yang merah. Baru kali ini gadis Amoy itu begitu baik sama dia.
"Bawa cheque atau cash bisa jatuh dan dirampok orang, kalau Giro kan tidak bisa dicairkan"

Sudah waktu makan, hampir jam 1 siang, waktu makan siang keluarga toke itu.
"Ayo makan", kata Su Lian. Belum sempat dijawab Akiong berkata :
"Jangan malu malu, ayo"
Merah muka Tumpak karena malu malu.
Diperhatikannya menu yang ada ditengah meja bundar dari marmer warna cream, biasa biasa saja, tidak mewah seperti bayangan banyak orang. Ada mie, daging, ikan, bubur, sup, sayur, timun, tomat. Minum juga hanya teh tong, teh tawar dingin dan teh panas. Dirumah Longga kurang lebih sama seperti itu. Begitu kebiasaan warga China walau kaya, tetap perhitungan, bukan pelit. Bahkan mereka yang baru kawin ada yang rela makan bubur. Itu yang ada dalam fikiran Tumpak.

Seminggu setelah itu di hari Sabtu berbunyi klekson mobil.
"Tit tit tit, sebuah mobil jip Toyota Fortuner model lama berhenti  di depan rumah Tumpak, nampak Su Lian keluar dari pintu sebelah kiri dengan sopir.
Tumpak kaget tidak menduga seorang gadis cantik muncul tiba tiba.
"Horas bang" sambil menyalami Tumpak dan langsung naik tangga masuk rumah.
"Maaf Lian, berantakan, maklum rumah kampung, duduk, duduk, Bapak, Ibu pergi ke kebun, saya bikin minum dulu"
"Tidak usah repot, hanya mau ngajak Abang jalan jalan ke Medan"
"Waduh gimana ya, Bapak sama Ibu tidak ada, lain kali lah ya"
"Kalau begitu saya langsung saja", sambil berdiri dan turun tangga rumah sambil pegang tangan Tumpak dengan erat. Harum wangi tubuh Su Lian, belum pernah mencium minyak wangi gadis lain seharum itu..

Lama kelamaan hubungan Tumpak dan Su Lian semakin dekat. Tumpak belum pernah bergaul akrab dengan gadis China, cantik lagi. Su Lian juga suka karena Tumpak senang ber bisnis, ganteng, kekar pula, suka laki laki tegas. Bosan bergaul dengan laki laki gemulai.
Kalau hari pasar, Senin pagi Su Lian suka nelpon atau sms harga getah terbaru agar Tumpak beli getah di pasar Rampa tidak rugi. Pada hal Tumpak bukan agen mereka. Asal ada saja alasan untuk sekedar dengan suaranya. Begitu juga disitu ada berita baru harga naik atau turun dari Singapur selalu menghubungi Tumpak. Disamping itu mereka juga sering nonton TV Hong Kong  dan Singapura berbahasa China.
Bapak dan Ibu A Kiong juga suka sama Tumpak, pemuda yang sudah berbisnis getah walau masih muda dan tidak punya hutang dan tidak merokok.

Setelah menerima Bilyet giro, Tumpak langsung pergi menyetornya ke rekening di bank BRI. Ditemuinya saudaranya yang bekerja disana untuk menanyakan omzet usahanya 2 bulan terakhir. Setelah dihitung bulan February sebesar Rp 15 juta, sedangkan bulan Maret Rp 17,5 juta. Omzet itu baru dari beli karet 400 - 500 kg dengan harga Rp 7.500 - Rp 8.000 per kg. Saldo Tabungannya hanya Rp 1.5 juta. Tabungan ini kalau perlu uang itu sudah cukup untuk membeli 200 kg dari orang lain yang ingin dibayar kontan.

Sebelum meninggalkan bank, abangnya bergurau,
"Hebat kali kau, sekarang jadi jutawan, sudah bisa kawin nieh, sudah ada pacarmu ?", sambil mereka tertawa terbahak bahak.
"Begini saja, semua pemasukan dari getah maupun dari kios setor saja ke bank, kalau mau membeli bensin, beras dll ambil dari ATM, nanti semua transaksi akan tercatat, jangan bawa uang banyak disaku".
Lalu dibawalah Tumpak ke kamar ATM yang terletak diluar bangunan bank, diajari membuat passworld, lalu dimasukkan ke dompet nya. Ketawa Tumpak melihat kartu itu didompetnya. Keren juga, begitu dalam hatinya.

Image result for atm bri

"Biasanya habis jual getah, uangnya langsung dibelikan beras, gula, minyak dll"
"Itulah rahsianya kalau setor ke Bank, ketahuanlah cash flowmu"
"Report kali lah kalau begitu bang bang"
"Itu rahasia yang perlu kau tahu, jika kau perlu modal, bagus itu"

Disatu hari Minggu keluarga A Kiong piknk ke pulau Poncan, pulau ito nampak jelas disebelah Barat kota Sibolga. Tokke itu sendiri yang mengajak Tumpak untuk ikut.
"Ikut saja piknik dengan kami". Su Lian nampak senyum mendengar ajakah papanya.
"Boleh kubawa teman?"
"Boleh, boleh bawa saja, kapalnya masih muat"
Jumlah yang piknik 12 orang, termasuk 3 teman Tumpak, Longga, Jojor dan Leonard, 8 orang anggota keluarga A Kiong.

Sebelum naik ke kapal, Tumpak minta ijin agar mobil mampir ke ATM Bank BNI terdekat, dekat tepi laut, sebelah pelabuhan.
"Kan rekening abang di BRI ?", kata Jojor.
"Bisa Jor diambil di Bank mana saja"
"Aku kan belum punya ATM bang kan belum tau"

Ramai juga yang wisata di pulau itu karena pasirnya putih, lautnya bening, kelihatan pasir dibawah laut. Abang Su  Lian dengan istri dan 2 anaknya bersama A Kiong dan istrinya duduk ditikar penuh dengan makanan dan minuman sambil memandang ke laut lepas, menghilangkan penat dihari biasa. Longga dan Leonard berjalan ditepi pantai mencari teripang dan karang putih, mereka takut berenang.
"Mandi jangan jauh jauh ke tengah", kata mama A Kiong dengan keras karena hembusan angin kuat.

Hanya Tumpak, Sun Lian dan Jojor yang mandi di laut. Tumpak biasa berenang di sungai di kampung, sedang Su Lian suka berenang di hotel. Jojor memakai ban dalam mobil, kadang duduk diatas, kadang berjalan. Karena enaknya berenang mereka tidak sadar terbawa gelombang besar agak ketengah. Mau kembali ke tepian, Su Lian capek tidak kuat melawan arus, bahkan batuk batuk ketelan air laut. Sedang kaki Jojor tidak lagi menyentuh dasar laut, segera minta tolong Tumpak membantu nya naik keatas ban. Terpaksa Su Lian digendong dan tangan kanannyanya memegang erat lehernya Tumpak. Tangan kiri Su Lian menarik bannya Jojor. Takut sekali Tumpak jika tidak kuat berenang ketepian. Sampai dipantai pasir putih Tumpak telentang, nafas terengah engah.
"Tadi mama sudah ingatkan jangan ketengah"
"Maaf ma, maaf ma", kata Su Lian seraya menyembah mamanya.


Dalam perjalan pulang, diatas kapal Su Lian terus berusaha mendekati Tumpak, bagaimana caranya agar dia mau menjadi agen tetap, jangan cari toke lain. Yang dibicarakan ya bisnis, bukan indahnya pulau Poncan, bukan tentang ribut ribut berita Bupati Tapanuli Tengah yang ditangkap KPK. Begitu sifat sifat pedagang Chna. Di kedai kopi, yang dibicarakan juga bisnis, bukan politik.
"Bisa tambah beli karet Tumpak sampai 1 ton", kata Su Lian.
"Bisa nanti kami cari sampai ke pasar Parsingkaman, agen dari Sitahuis akan suruh". Pasar ini dekat, hanya 15 km dari pasar Rampa tetapi masuk Kabupaten di sebelah Utara menuju Danau Toba
"Nanti kami tambah modal kau"

"Ya tapi harganya jangan kau kurangi pula"
"Bereslah bang", dipegangnya siku Tumpak dengan gemas.


www.see-soul.blogspot.com

- Bersambung -










No comments:

Post a Comment