Thursday, May 30, 2019

MELAYANG DIANTARA BINTANG 1

1 

RASA SAYANG


Hubungan antara sesama saudara atau sepupu bisa menimbulkan rasa rindu, rasa sayang hingga terbawa mimpi. Tetapi perasaan itu belum tentu merupakan rasa cinta. Namun demikian tidak salah apabila berakhir dipelaminan, baik karena rasa cinta atau mengikuti permintaan orang tua yang masih mempertahankan adat. Apa lagi jika sepupu bersinar seperti bintang.

Ibu saya dan adiknya, paman, dekat sekali ikatan bathinnya dan berniat kelak ingin menjodohkan saya dengan salah satu dari 2 puteri paman. Satu dan lain hal agar ikatan keluarga terus terjalin. Lagi pula itu mengikuti adat.

Sebenarnya, saya dan puteri paman teman bermain sejak masa kanak kanak. Disamping itu, jika libur sekolah prioritas utama adalah mengunjungi paman. Karena itu yang diajarkan oleh ibu, menghormati paman. Sebaliknya, jika Longga dan Jojor libur, kadang menginap dirumah kami. Karena kebetulan jaraknya dekat, hanya 10 kilometer. Lagi pula Lumongga atau dipanggil Longga kebetulan suka masakan Ibu saya. Seperti ikan gulai santan dan panggang ikan segar, yang baru ditangkap nelayan.
Sedang adiknya si Tomboy, Jojor, suka memanjat pohon jambu air dipekarangan rumah kami yang teduh dipinggir kali.  Disaat saat seperti itulah kami di jodoh jodohkan Bapak Ibu. Namun demikian, kami tidak begitu ambil hati, walaupun saya ada rasa senang dan rasa sayang. Sebaliknya, bagaimana perasaan Longga, saya sendiri tidak tahu.

Antara saya dengan Longga dan Jojor sudah terikat hubungan emosianal. Terasa ada rasa rindu jika lama tidak ketemu. Tetapi belum mengetahui itu rasa sayang ataukah ada panah asmara. Tidak mengerti karena waktu di SMA saya giat belajar karena mimpi kuliah jauh ke Jogjakarta.

Dimasa saya kelas 3 SMA dan Longga klas 2, kami berdua pernah wisata ke pantai Pandan, 10 km dari kota Sibolga ke arah Selatan. Karena suka mengebut, Longga biasa pegang erat pinggang saya. Setelah tiba di pantai, kami duduk dibawah pohon nyiur, angin laut menerbangkan rambut panjangnya yang harum ke wajah saya. Kemudian kami kejar kejaran dekat ombak terhempas di pasir putih.
Lalu kami menuju warung tanpa dinding, kemudian memilih ikan aso aso segar untuk dibakar. Dan disantap sambil memandang pulau Poncan nun jauh di teluk. Karena ikan segar, sungguh menggoyang lidah walau hanya dengan bumbu cabe, kecap dan asam. Berhubung udara panas saya lap keringat dari keningnya. Anehnya, dia hanya tertawa.

Karena rencana saya akan pulang kembali ke Jogjakarta, lalu saya antar Longga ke kampungnya di  Simaninggir, 10 km di puncak bukit. Waktu itu menjelang senja, saya sengaja berhenti di kilometer 8.
"Kok berhenti disini bang", kata Longga.
 "Kita ngobrol dulu sebentar". Nampak kerlip kerlip perahu perahu kecil nelayan siap siap mau melaut malam itu.
"Tentang apa bang?", katanya penasaran.
"Gimana hubunganmu dengan baju ijo itu ?"
"Oh itu, begini bang ceritanya, motorku waktu itu kan rusak, dia yang bantu perbaiki, abang tau dari mana ?"
"Dari angin lalu".
"Itu pelatih Paskibara bang".
"Namanya?"

Rrrrrr….tiba tiba sepeda motor berhenti. Lalu Longga yang tadinya duduk rapat langsung berdiri  Agak terkejut Longga berkata :
"Bang kenalin ini Poltak. Ini Leo". Kami pun bersalaman.
"Ngapain kesini, ga tau aturan".
"Apa kau bilang ?"
Poltak berbaju hijau itu mau memukul karena tersinggung.
"Apa kau bilang, ga tahu aturan ?". Tangan Poltak pegang leher baju saya.
"Ya, kau tidak tahu aturan, kenapa ganggu orang".
"Ya sudah, sudah kalian bukan anak kecil", kata Longga memisahkan kami.
"Bang pulang saja ke Sibolga, saya pulang sama Poltak".
"Tidak, saya yang bawa, saya yang antar pulang, suruh dia pergi"
Poltak pun langsung pergi, turun ke Sibolga dengan menggas motornya hingga bannya berderit.

(Bersambung…..)

  

No comments:

Post a Comment